SELAMAT DATANG DI BLOG TENUN IKAT BANDAR KIDUL KEDIRI - SMA PAWYATAN DAHA KEDIRI

Postingan Baru

Rabu, 30 Maret 2016

PASANG SURUT TENUN IKAT BANDAR KIDUL




Sejarah tenun ikat di Kediri diawali oleh warga keturunan Thionghoa 1950. Kini, pengrajin tenun ikat tersentral di Bandar Kidul.

     TENUN ikat adalah sebuah produk budaya yang menyebar hampir di semua daerah di Indonesia. Mulai dari tenun ikat Troso di Jepara, Jawa Tengah hingga kain gringsing dari Karangasem, Bali. Semua memiliki ciri khas masing-masing dari sisi motifnya. Kesamaan mereka ada pada teknik pembuatannya yang menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM).
     Nah, Kota Kediri juga memiliki pengrajin tenun ikat yang tersentral di Kelurahan Bandar Kidul. Lokasinya tak jauh dari alun-alun Kota Kediri atau hanya dibatasi oleh Sungai Brantas yang melintas di tengah. Kalau alun-alun berada di sebelah timur sungai, sentra tenun ikat Bandar Kidul berada di barat sungai, sekitar 1 kilometer kalau diukur jaraknya.
     Ada sekitar 12 tempat usaha tenun di Bandar Kidul yang menghasilkan berbagai jenis kain antara lain sarung goyor, kain tenun sutra ataupun semi sutra, syal atau selendang, juga ada yang sudah dalam bentuk produk jadi seperti baju, seragam atau kebaya.
     Berbagai motif kreasi pengrajin lokal menjadi ciri tenun ikat Bandar Kidul. Kebanyakan mengandalkan motif bunga dengan pewarnaan yang berani atau menampilkan warna-warna terang. Motif khas Kediri tersebut oleh pengrajin juga disebut motif ceplok atau lung.

Sarung Tenun Ikat     KISAH
tentang tenun ikat di Kota Kediri bermula dari seorang warga keturunan Tionghoa, Freddy Jie yang membuka usaha tenun di Jl Yos Soedarso atau saat ini dikenal sebagai daerah Pecinan.
Usaha yang dirintis sejak  1950-an oleh Freddy mengalami perkembangan pesat. Saat itu, usaha tenun ikat ini memiliki sekitar 200 alat tenun bukan mesin (ATBM) dan ratusan buruh tenun. Usaha tenun ini hanya memproduksi sarung dengan motif sederhana kotak-kotak.
     Pada masa itu, masyarakat yang tinggal di barat sungai Brantas dikenal memiliki kehidupan ekonomi terbelakang atau miskin. Rata-rata buruh tenun ikat milik Freddy berasal dari daerah sekitar Desa Bandar Kidul, Banjar Mlati, Waung dan Bandar Lor yang kesemuanya berada di barat sungai dan berada di wilayah Kecamatan Mojoroto.
     Prahara 1965 tidak berpihak pada Freddy, karena saat itu etnies Tionghoa termasuk dalam kelompok yang tersingkir pasca peristiwa 30 September 1965. Usaha tenun ikat Freddy Jie tutup, dan karyawannya dirumahkan. Selain usaha tenun ikat Freddy Jie, semua jenis bidang usaha yang dikelola etnies Tionghoa juga mendapatkan tekanan serupa.
1965 adalah masa-masa suram bagi industry tenun ikat Kediri, para pekerja menganggur karena tutupnya tempat usaha Freddy. Ada beberapa karyawan yang merintis usaha tenun ikat, namun kondisi ekonomi membuat bahan baku sulit di dapat. Pada akhir 1965 praktis industri rumahan tenun ikat di Kota Kediri berada di titik nadir.
     
     PEMBANTAIAN pada mereka yang dicap komunis membuat permintaan sarung melonjak pada 1966. “Sarung menjadi ciri khas santri, masyarakat berlomba-lomba memakai sarung berharap agar tidak ikut dibantai,” begitu keterangan Siti Ruqayah. Sejak itulah, para mantan buruh tenun Freddy Jie akhirnya banyak yang mendirikan usahanya tenun ikatnya sendiri.
     Belasan tahun kemudian, puluhan industri rumahan sudah berdiri mapan dengan rata-rata setiap industri tenun memiliki 100 – 200 alat tenun bukan mesin (ATBM).
     Merek-merek terkenal seperti Kodok Ngorek, Sarung KB hingga Tenun Barokah bermunculan dan meraih hati pelanggan setia. Sebagian besar industry ini berada di wilayah Kelurahan Bandar Kidul, sebagian lagi menyebar tapi tetap berada di wilayah Barat sungai Brantas.
     Kejayaan tenun ikat Kediri mulai surut pada sekitar tahun 1985-an. Kebijakan Orde Baru di bawah Presiden Soeharto kala itu yang mengimpor mesin tenun modern yang memproduksi sarung kotak-kotak membuat harganya menjadi murah.
     Tenun ikat produksi perajin manual kalah bersaing dipasaran. Periode itu membuat kolaps banyak pengrajin, hanya beberapa yang masih bertahan, sebagian besar lebih memilih menutup usaha karena terus merugi.
Lalu muncullah generasi pengrajin baru di media awal 1990-an. Ini adalah periode saat Medali Emas mulai dirintis oleh Munawar. Karena alat tenun modern hanya bisa membuat kain motif kotak-kotak, para pengrajin tenun ikat di Kediri akhirnya memutuskan membuat hal yang menjadi pembeda antara produknya dengan sarung buatan pabrik, dengan membuat motif-motif baru yang terinpirasi bunga-bungaan.
Sejak saat itulah, pelan-pelan tenun ikat Bandar Kidul mulai mendapatkan celah pasarnya kembali. Medali Emas juga mengalami pasang surut. Sempat kolaps pada krisis 1998, tahun 2000 Medali Emas  bangkit dan hingga saat ini telah memiliki 43 ATBM dengan 85 tenaga kerja.

UMKM-Tenun-Kediri (3)     ADA
minimal 14 tahap dalam proses pembuatan selembar kain tenun ikat. Semua tahapan tersebut tidak dilakukan dengan mesin, tapi oleh tangan-tangan pekerja dengan proses manual. “Tahap pertama memberikan warna dasar pada benang,” kata Siti Ruqayah, pemilik tenun ikat Medali Emas..
Seusai pewarnaan, benang yang kusut karena proses pencelupan diurai dalam proses pemintalan. Lalu benang-benang yang sudah lurus ditempatkan dalam kerangka kayu untuk kemudian diwarnai, sesuai dengan motifnya. Nah dalam proses pewarnaan ini kemudian benang-benang tersebut diikat.
Setelah selesai memberikan motif, kemudian masuk dalam proses pewarnaan kedua. Proses ini disusul dengan penjemuran untuk memperkuat warna. Setelah semuanya dilalui, tahap terakhir adalah masuk dalam mesin tenun. Di sinilah proses yang memakan waktu cukup lama.
     “Proses yang lama dan manual inilah yang membuat tenun tidak bisa dijual murah, nama tenun ikat berasal dari tahap mengikat benang dan proses pemberian motifnya,” Siti Ruqayah memberikan penjelasan. Siti juga mengeluh, susahnya mencari pekerja usia produktif yang mau menekuni proses pembuatan kain tenun. (Arief Priyono)

KAIN TENUN BANDAR KIDUL KEDIRI

     Kain Tenun Bandar Kidul, Kecamatan Mojoroto, Kediri, tampaknya cukup terkenal dikalangan para penggemar produk kain tenun tradisional. Selepas kunjungan ke Puhsarang beberapa bulan lalu, kami berkesempatan untuk singgah selama beberapa saat ke salah satu pembuat Kain Tenun Bandar Kidul yang menggunakan Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) ini.

     Lokasi pabrik tenun yang kami kunjungi ini berada sekitar 240 meter masuk ke dalam gang dari Jl. Kyai Haji Agus Salim, Kediri. Pintu masuk ke dalam ruangan kerja yang sederhana dari para pengrajin Kain Tenun Bandar Kidul itu dicapai melalui sebuah gang yang sempit yang bisa dilewati hanya satu kendaraan roda empat.

     Sebagaimana di tempat lainnya di tanah air, usaha rakyat kecil dan menengah Kain Tenun Bandar Kidul ini merupakan usaha kerajinan masyarakat Kediri yang telah ditekuni oleh para pengrajinnya secara turun temurun sejak sebelum jaman kemerdekaan. Hanya saja perlu usaha untuk terus meningkatkan mutu dan keluaran produksinya.

      Tembok bata dan pilar-pilar telanjang ini memagari ruangan sederhana yang digunakan sebagai tempat pembuatan kain tenun Bandar Kidul, dengan pintu masuk terlihat berada di sebelah kiri. Tak ada penjaga atau penerima tamu, sehingga sambil mengucap salam dan permisi kami masuk ke dalam ruangan.
Ruangan kerja pabrik Kain Tenun Bandar Kidul itu terasa agak remang, meskipun ada penerangan listrik dan jendela yang terbuka. Di dalamnya kami melihat deretan alat-alat tenun dan orang-orang yang tengah sibuk bekerja. Tidak ada yang merasa terganggu ketika kami masuk dan berjalan berkeliling di dalam ruangan seluas sekitar 100 m2 itu.

     Tampak terpasang pada sebuah alat tenun tradisional adaalah satu corak kain tenun Bandar Kidul yang masih dalam tahap pengerjaan. Di tempat yang kami kunjungi ini, para pengrajinnya kebanyakan adalah laki-laki dewasa. Namun ada juga seorang pengrajin tenun wanita yang bekerja agak di sudut ruangan.


      Alat kayu pembuat kain tenun Bandar Kidul berderet dalam jarak yang cukup radat di ruangan yang terlihat sederhana dan kurang representatif ini. Entah sampai kapan industri Kain Tenun Bandar Kidul ini bisa bertahan menghadapi serbuan kain tenun yang dibuat secara massal yang harganya bisa lebih murah.
Baiknya perlu dipikirkan oleh para peneliti di pemerintahan maupun di perguruan tinggi, agar alat tenun tradisional yang digunakan para pengrajin Kain Tenun Bandar Kidul ini bisa lebih produktif dan hasilnya pun bisa lebih berkualitas dan terjaga konsistensinya, sehingga bisa terus bertahan hidup.


     Seorang pria tengah sibuk bekerja pada sebuah alat tenun di bengkel Kain Tenun Bandar Kidul. Tangan dan kakinya tak henti-hentinya bekerja secara ritmik dan terampil, menghasilkan suara tumbukan antar papan yang gaungnya bersahut-sahutan dengan bunyi alat tenun lainnya. Deretan benang tertata rapi terlihat di bagian belakang alat pembuat kain tenun, yang meskipun terlihat sederhana, namun pengaturannya cukup rumit. Motif kain tenun Bandar kidul ini bermacam-macam, misalnya ada motif anggrek, kentang – kentang, mawar, tirta, serta motif parang rusak.
     Di bawah ini adalah sebuah video singkat yang menggambarkan suasana di ruangan dimana para pengrajin Kain Tenun Bandar Kidul ini bekerja.

Kain Tenun Bandar Kidul dari bahan katun saat itu dijual dengan harga Rp.45 ribu per meter, sedangkan yang dari bahan semi sutra dijual dengan harga sekitar Rp.75 ribu per meter, dan yang dari bahan kain sutera dijual seharga Rp.100 ribu per meter. Sedangkan untuk Kain Tenun Bandar Kidul untuk bahan sarung dijual sekitar Rp.125 ribu per potong.
Selain dibeli oleh masyarakat Kediri sendiri, Kain Tenun Bandar Kidul kabarnya juga digemari oleh para pembeli dari kota-kota lain di Jawa Timur, dan bahkan sampai ke sejumlah daerah di wilayah Jawa Barat, Jakarta, dan negeri tetangga. Semoga saja mereka bisa terus bertahan dan meningkatkan daya saing serta mutunya.

Kain Tenun Bandar Kidul

Desa Bandar Kidul, Kecamatan Mojoroto
Kediri, Jawa Timur

BACA JUGA : PASANG SURUT TENUN IKAT BANDAR KIDUL

CARA PEMBUATAN TENUN IKAT KOTA KEDIRI


Teknik tenun tradisional yang ada di Indonesia beraneka ragam. Dengan penggunaan alat yang sama yaitu ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) namun dengan teknik berbeda akan menghasilkan produk tenun yang unik dan mengagumkan. Untuk proses penenunan hampir sama untuk semua tenun tradisional. Setelah artikel sebelumnya membahas teknik tenun lurik dan pakan, kali ini akan kita bahas bagaimana cara membuat tenun ikat lungsi (lusi atau lungsin). Tenun ikat adalah tenun yang dalam proses pengerjaannya dengan melakukan pengikatan benang. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah warna masuk ke dalam benang. Tenun ikat lungsi adalah tenun ikat yang benang dalam pada sehelai kain tenun letaknya searah panjang kain atau tenun yang pembuatan motifnya dengan cara mengikat pola atau motif pada benang lungsinya. Simak yuk caranya ...

a. Proses Plangkan

Proses Plangkan (Doc.2016)

Proses ini dilakukan dengan menyusun benang dari bentuk streng atau kones ke dalam plangkan. Pada saat bersamaan benang-benang tersebut sudah dikres atau disilangkan, agar pada saat proses penenunan benang-benang tersebut dapat menganyam benang pakannya, mengingat benang yang tersusun dalam plangkan adalah benang yang akan digunakan sebagai benang lungsi. Proses plangkan sering juga disebut proses ngeteng, proses ini harus dilaksanakan dengan cermat. Jika salah dalam menghitung benang maka hasil motif tidak akan sesuai dengan desain yang akan diwujudkan. Proses ini masih manual, kalau tidak hati-hati resiko benang putus dan benang kusut sangat memungkinkan.

b. Proses Pengikatan

Proses Pembuatan Pola (Doc.2016)

Proses ini harus dilakukan dengan hati-hati dan teliti, karena proses ini sangat menentukan dalam pembuatan motif. Jika salah dalam mengikat akan merusak motif dan keindahan produk akan berkurang. Sebelum mengikat biasanya dibuat pola lebih dulu di atas benang yang sudah diplangkan. Pengikatan dilakukan mengikuti pola atau motif yang sudah digambar. Dulunya tali yang digunakan untuk mengikat adalah daun kelapa atau lontar yang masih muda, direbus dulu sebelum untuk mengikat. Saat ini lebih mudah karena menggunakan tali rafia. Ikatan yang bagus adalah ikatan yang tepat pada garis pola dan ikatannya padat, sehingga warna tidak tembus pada benang yang sudah diikat. Memola dilakukan dengan kuas dan pewarna Indanthren dengan cara memberi garis sebagai tanda atau batas yang harus diikat nantinya.

Proses Pengikatan Benang (Doc.2016)

c. Proses Pewarnaan


Dilakukan untuk mendapatkan warna pada benang yang nantinya akan ditenun. Dalam proses pewarnaan, resep warna dibuat dalam satu pak benang 6 ikat terdiri dari 25 sampai 26 streng benang. Benang-benang yang akan diwarna tersebut disusun dalam stok, dan dalam satu stok terdiri dari 2 ikat. Zat warna yang dapat digunakan bisa dengan warna alam maupun sintetis. Cara pewarnaan dengan pewarna napthol adalah sebagai berikut:
  1. Benang direndam dalam bak yang berisi air dan larutan TRO kurang lebih satu malam, paginya dicuci dan diperas. 
  2. Resep yang digunakan untuk satu pak benang, napthol 100 gram + kostik soda 8 gram + TRO 8 gram yang dilarutkan dengan air panas, kemudian ditambah air 10 liter dalam bak I, garam 200 gram + 10 liter air dalam bak 2.
  3. Masukkan benang ke bak I kira-kira 10 menit, kemudian diangkat dan diperas lalu dicelupkan ke dalam bak II, rendam kira-kira 10 menit, ulangi proses tersebut sampai 4 kali. Selanjutnya benang dicuci bersih dan masukkan ke dalam bak yang sudah berisi air yang dicampur dengan larutan cuka, cuci bersih dan diperas. Langkah berikutnya benang direbus dalam dandang yang berisi air dan TRO kira-kira 10 menit, kemudian diangkat diperas lalu dicuci ke dalam air yang telah dicampurkan dengan larutan kanji, dan seterusnya diperas, diangin-anginkan sebentar maka benang siap dijemur sampai kering.
Proses Pencelupan Warna (Doc.2016)

Pewarnaan tenun ikat lungsi dimulai dari warna tua lebih dulu, karena teknik penghalang pewarnanya dengan teknik membuka ikatan. Dipilih warna tertua lebih dulu karena warna tua tidak tertutup dengan warna yang lebih muda. Benang-benang yang sudah diberi zat pewarna lalu dikeringkan, setelah kering dilanjutkan dengan pekerjaan membuka ikatan atau mbatil. Membuka ikatan harus hati-hati jangan sampai ada benang yang terputus, bila putus harus langsung disambung.

d. Proses Penghanian atau Nyekir

Proses Nyekir (Doc.2016)

Benang yang sudah kering, masih dalam bentuk streng dimasukkan ke dalam bom besar dan diatur sesuai urutan motifnya. Lalu ditarik secara bersamaan dan digulung dalam bom kecil (bom ATBM). Saat penggulungan juga dilakukan penataan benang dan motif agar sesuai dengan tempat dan gambar yang sudah direncanakan serta memperbaiki benang yang kusut dan menyambung benang yang putus.

e. Proses Pemaletan

Proses Malet (Doc.2016)

Pemaletan adalah memindahkan benang dari bentuk streng ke dalam kelenting sehingga menjadi benang pakan dalam bentuk paletan dengan menggunakan alat pintal (erek). Benang yang dipalet tidak boleh melewati ujung kelenting karena dapat mengakibatkan benang dari teropong susah ditarik atan keluar. Untuk mempermudah benang keluar dari teropong, susunan benang pada kelenting lebih banyak pada bagian tengahnya.

f. Proses Penenunan

Proses Menenun Ikat Lungsi (Doc.2016)

Diperlukan ketelitian dan kecermatan, tak hanya menenun saja namun juga mengatur motif sesuai dengan yang direncanakan. Lalu dilanjutkan dengan pekerjaan finishing agar hasil tenunan menjadi kelihatan lebih baik.

Kebanyakan teknik ikat lungsi digunakan untuk pembuatan produk berupa blangket, sajadah, taplak meja dan bed cover. Namun tak jarang juga kain tersebut dimanfaatkan sebagai kain untuk pembuatan fashion. Rata-rata benang yang digunakan untuk tenun ikat lungsi bernomor besar, sehingga kainnya kaku dan berat. Ciri dari tenun ikat lungsi membutuhkan bahan yang sedikit, memiliki motif yang rumit dan memerlukan waktu yang lama untuk menenun. Teknik ini bisa kita temui di daerah Bali, NTT, NTB, Jepara, Kalimantan dan Papua.

Hasil Produk Kain Tenun dengan Teknik Ikat Lungsi (Doc.2016)

Sebenarnya hasil produk kain tenun tradisional Indonesia tak kalah indahnya dengan kain-kain impor dari luar negeri. Memakai produk dalam negeri berarti turut melestarikan kebudayaan bangsa dan bangga akan produk negeri sendiri. Tak perlu malu dan ragu untuk membeli serta menggunakan produk berbahan tenun ikat lungsi kan :)

 

Subscribe to our Newsletter

Contact our Support

andricyber12@gmail.com

Our Team Memebers